Langsung aja deh, gue ga tahan untuk mendem perasaan ini sendiri. Gue rasa ini cerita yang bagus untuk di share.
Jadi tadi di kereta, seperti biasa gue naik dari stasiun depok baru dan memilih di gerbong khusus wanita. Perjalanan ke stasiun tebet itu 30 - 40 menit lamanya. Untuk membunuh waktu, apalagi gue gak kebagian tempat duduk alias harus berdiri, biar ga kerasa capenya gue membaca novel yang sengaja gue bawa. Novel nya bagus, menceritakan the greatest woman bernama Hajar. Novel karya Sibel Eraslan ini mengambil kisah salah satu istri Nabi Ibrahim yang bernama Hajar. Gue betul-betul tenggelam dengan cerita dalam novel tersebut.
Gue benar-benar tenggelam dalam kisah ini. Kisahnya Hajar dalam novel inj panjang sekali kalo harus di sinopsiskan disini. Tiba - tiba ada suara perempuan tepat di sebelah gue membuyarkan semuanya.
"Halo mba... halo... permisi mba...", kata perempuan itu membuat gue reflek langsung bergeser ke kiri memberikan jalan untuknya.
Gue liat perempuan itu sekedar ingin tahu bagaimana rupanya dan mengapa ia meminta permisi tapi orang-orang tak bergeming.
"Halo mba.. permisi ya..", ulang perempuan itu tapi orang-orang masih tidak bergeming.
Setelah gue melihatnya... oh, pantas saja. Rambutnya cepak seperti laki laki. Hidungnya bertindik seperti tindik sapi. Telinganya pun ditindik dengan anting-anting bulat berwarna hitam khas laki-laki. Tangannya kanan dan kiri penuh tattoo yang kalau dihitung ada lebih dari 10 gambar tattoo (yang terlihat, yang tidak terlihat mungkin masih ada lagi). Dia pakai kaos hitam khas selera laki-laki dan celana panjang model untuk laki-laki pula. Dia menggendong ransel besar yang penuh isinya. Sebagai perempuan, dia jauh dari kata feminin. Bahkan bentuk fisik tubuhnya tidak terlihat seperti perempuan. (maaf) Dadanya sangat rata.
Tentu saja penampilannya menarik perhatian setiap orang dalam gerbong itu. Sebagian besar akan memandangnya negatif. Yah... wajar.. image perempuan seperti itu sudah sangat melekat di benak sebagian besar orang. Dari kecil kebanyakan orang tua akan mengajarkan hal yang dilakukan perempuan itu bukan hal yang benar dan harus dijauhi.
Tapi satu hal yang membuat perhatian gue lebih tertarik adalah ketika dibelakangnya perempuan itu menggendong ransel besar yang [enuh isinya, di depannya ia menggendong seorang bayi bertubuh gempal, lucuuu sekali, matanya berbinar, wajahnya berseri. Gue jadi pengen membelai lembut pipi bayi itu dan juga menciumnya. :) Apalagi dengan outfit hitam bermotif tulang tengkorak yang dipakainya membuat dia jadi tambah lucu. Ah... ntah mengapa gue senang melihatnya..
Perempuan itu ternyata permisi untuk meminta hak nya sebagai penumpang kereta yang membawa anak. Ya dia ingin kursi untuk duduk. Untungnya, seseorang mau merelakan kursinya. Perempuan itu pun duduk didepan gue.
Gue kembali membaca novel. Tapi pandangan gue bener-bener ga fokus ke novel sekarang. Mata gue terus menerus curi pandang ke anak itu. Gue sangat ingin berinteraksi dengan anaknya juga perempuan itu. Gue merasa kesal ketika si bayi menyentuh dan menepuk nepuk lengan perempuan di sebelahnya, peremouan itu sana sekali tidak memberi respon yg ramah. Dia hanya melirik saja. Ya... Ntah garis bibir apa yg tersembunyi dibalik maskernya. Kalo gue jadi dia pasti akan langsung gue ajak main itu bayi. Apa semua itu gara2 penampilan ibunya? Ah....ini nih yg dinamakan don't judge a book by its cover.
Gue terus menerus memperhatikan perempuan unik itu. Sampai novel gue pun gue tutup. Dibalik penampilannya yg jauh dari kata feminin dan keibuan, ternyata dia sangat keibuan. Diciumnya anaknya itu dengan lembut, dia juga mengajak ngomong anknya, dan kadang dia bersiul untuk anaknya.
Ketika anaknya menangis, dengan sabar ia mendiamkannya. Mungkin anaknya ingin ASI, maka dia pun cc ASI nya. Anaknya menyusu dengan tenang. Ya, bahkan perempuan itu mau memberikan ASInya. Benar benar keibuan.
Gue terenyuh melihat pemandangan ini. Seburuk buruknya wanita pasti punya naluri seorang ibu.
Gue jadi ingin bilang ke anaknya, "de kalo kamu udah besar nanti, ketika ibumu mengantarmu ke sekolah atau sekedar bermain bersama teman temanmu, apapun kata orang tentang ibumu jika itu negatif jangan pedulikan. Karena pada hari ini aku adalah saksi ibumu adalah orang yg menyayangimu dengan segala keterbatasannya. Sayangi ibumu de, rangkul dia. Sampai Allah memanggil ibumu, menghentikan nafasnya kamu harus tetap menyayangi ibumu. Jangan sakiti hatinya de, kamu harus ingat itu."
Ketika kereta sudah sampai di stasiun tebet, gue turun dari kereta. Tapi ada oerasaan yg tertinggal dalam hati ini. Setelah melihat itu, gue jadi berpikir jika perempuan seperti itu saja bisa keibuan, berarti gue yang selalu dinilai kekanakan ini bisa juga dong?
Ah ntah kenapa jadi melow gini. Gue jadi ada rasa rindu pengen liat gimana anak gue nantinya. Ingin rasanya ada yg panggil gue dengan sebjtan eomma (korea; ibu). Ingin rasanya ada yang memeluk gue ketika ketakutan, bersedih atau saking senangnya. Haih... Perasaan apa ini.....
Jadi tadi di kereta, seperti biasa gue naik dari stasiun depok baru dan memilih di gerbong khusus wanita. Perjalanan ke stasiun tebet itu 30 - 40 menit lamanya. Untuk membunuh waktu, apalagi gue gak kebagian tempat duduk alias harus berdiri, biar ga kerasa capenya gue membaca novel yang sengaja gue bawa. Novel nya bagus, menceritakan the greatest woman bernama Hajar. Novel karya Sibel Eraslan ini mengambil kisah salah satu istri Nabi Ibrahim yang bernama Hajar. Gue betul-betul tenggelam dengan cerita dalam novel tersebut.
Gue benar-benar tenggelam dalam kisah ini. Kisahnya Hajar dalam novel inj panjang sekali kalo harus di sinopsiskan disini. Tiba - tiba ada suara perempuan tepat di sebelah gue membuyarkan semuanya.
"Halo mba... halo... permisi mba...", kata perempuan itu membuat gue reflek langsung bergeser ke kiri memberikan jalan untuknya.
Gue liat perempuan itu sekedar ingin tahu bagaimana rupanya dan mengapa ia meminta permisi tapi orang-orang tak bergeming.
"Halo mba.. permisi ya..", ulang perempuan itu tapi orang-orang masih tidak bergeming.
Setelah gue melihatnya... oh, pantas saja. Rambutnya cepak seperti laki laki. Hidungnya bertindik seperti tindik sapi. Telinganya pun ditindik dengan anting-anting bulat berwarna hitam khas laki-laki. Tangannya kanan dan kiri penuh tattoo yang kalau dihitung ada lebih dari 10 gambar tattoo (yang terlihat, yang tidak terlihat mungkin masih ada lagi). Dia pakai kaos hitam khas selera laki-laki dan celana panjang model untuk laki-laki pula. Dia menggendong ransel besar yang penuh isinya. Sebagai perempuan, dia jauh dari kata feminin. Bahkan bentuk fisik tubuhnya tidak terlihat seperti perempuan. (maaf) Dadanya sangat rata.
Tentu saja penampilannya menarik perhatian setiap orang dalam gerbong itu. Sebagian besar akan memandangnya negatif. Yah... wajar.. image perempuan seperti itu sudah sangat melekat di benak sebagian besar orang. Dari kecil kebanyakan orang tua akan mengajarkan hal yang dilakukan perempuan itu bukan hal yang benar dan harus dijauhi.
Tapi satu hal yang membuat perhatian gue lebih tertarik adalah ketika dibelakangnya perempuan itu menggendong ransel besar yang [enuh isinya, di depannya ia menggendong seorang bayi bertubuh gempal, lucuuu sekali, matanya berbinar, wajahnya berseri. Gue jadi pengen membelai lembut pipi bayi itu dan juga menciumnya. :) Apalagi dengan outfit hitam bermotif tulang tengkorak yang dipakainya membuat dia jadi tambah lucu. Ah... ntah mengapa gue senang melihatnya..
Perempuan itu ternyata permisi untuk meminta hak nya sebagai penumpang kereta yang membawa anak. Ya dia ingin kursi untuk duduk. Untungnya, seseorang mau merelakan kursinya. Perempuan itu pun duduk didepan gue.
Gue kembali membaca novel. Tapi pandangan gue bener-bener ga fokus ke novel sekarang. Mata gue terus menerus curi pandang ke anak itu. Gue sangat ingin berinteraksi dengan anaknya juga perempuan itu. Gue merasa kesal ketika si bayi menyentuh dan menepuk nepuk lengan perempuan di sebelahnya, peremouan itu sana sekali tidak memberi respon yg ramah. Dia hanya melirik saja. Ya... Ntah garis bibir apa yg tersembunyi dibalik maskernya. Kalo gue jadi dia pasti akan langsung gue ajak main itu bayi. Apa semua itu gara2 penampilan ibunya? Ah....ini nih yg dinamakan don't judge a book by its cover.
Gue terus menerus memperhatikan perempuan unik itu. Sampai novel gue pun gue tutup. Dibalik penampilannya yg jauh dari kata feminin dan keibuan, ternyata dia sangat keibuan. Diciumnya anaknya itu dengan lembut, dia juga mengajak ngomong anknya, dan kadang dia bersiul untuk anaknya.
Ketika anaknya menangis, dengan sabar ia mendiamkannya. Mungkin anaknya ingin ASI, maka dia pun cc ASI nya. Anaknya menyusu dengan tenang. Ya, bahkan perempuan itu mau memberikan ASInya. Benar benar keibuan.
Gue terenyuh melihat pemandangan ini. Seburuk buruknya wanita pasti punya naluri seorang ibu.
Gue jadi ingin bilang ke anaknya, "de kalo kamu udah besar nanti, ketika ibumu mengantarmu ke sekolah atau sekedar bermain bersama teman temanmu, apapun kata orang tentang ibumu jika itu negatif jangan pedulikan. Karena pada hari ini aku adalah saksi ibumu adalah orang yg menyayangimu dengan segala keterbatasannya. Sayangi ibumu de, rangkul dia. Sampai Allah memanggil ibumu, menghentikan nafasnya kamu harus tetap menyayangi ibumu. Jangan sakiti hatinya de, kamu harus ingat itu."
Ketika kereta sudah sampai di stasiun tebet, gue turun dari kereta. Tapi ada oerasaan yg tertinggal dalam hati ini. Setelah melihat itu, gue jadi berpikir jika perempuan seperti itu saja bisa keibuan, berarti gue yang selalu dinilai kekanakan ini bisa juga dong?
Ah ntah kenapa jadi melow gini. Gue jadi ada rasa rindu pengen liat gimana anak gue nantinya. Ingin rasanya ada yg panggil gue dengan sebjtan eomma (korea; ibu). Ingin rasanya ada yang memeluk gue ketika ketakutan, bersedih atau saking senangnya. Haih... Perasaan apa ini.....



0 komentar:
Posting Komentar