Seorang anak pada dasarnya seperti kertas putih yang bersih ketika dilahirkan. Dia akan tumbuh dan memiliki kepribadian masing-masing. Kepribadian mereka sangat bergantung dengan lingkungannya selama dia hidup terutama lingkungan keluarga. Orang tua sebagai orang yg pertama kali dikenal oleh si anak, sebagai orang yg bertanggung jawab untuk memelihara si anak, berperan besar terhadap bentuk psikologi anak. Orang tua harus bisa menjaga jangan sampai anak tidak menemukan kebahagiaan di rumah, jangan sampai anak sungkan untuk terbuka dengan orang tuanya. Karena kita tidak akan pernah tau seberapa amankah orang di luar keluarga yang menampung segala keluh kesah anak. Seberapa amankah orang di luar keluarga mengajak anak menemukan kebahagiaan.
Terlalu mengekang, sangat membatasi ruang pendapat anak, ketidak adilan antar anak dan saudara kandungnya, kekerasan fisik, omoongan-omongan yang sangat menyinggung, dan terlalu memaksakan impian kita terhadap masa depan anak. Tidak. Gue berjanji tidak akan melakukan hal - hal tersebut ke anak gue nantinya. Gue tau betul bagaimana rasanya. Gue ga mau anak gue menjadi seperti gue yg tidak punya pilihan, yang dipaksa melewati masa sekolahnya hanya dengan belajar dan belajar. Gue ga mau anak gue seperti gue yang akhirnya berani berbohong ke orang tuanya untuk bersenang - senang dengan temannya. Gue ga mau anak gue seperti gue yang lebih terbuka dengan teman temannya daripada keluarga. Gue ga mau. Gue ga mau anak gue akhirnya tidak menemukan kebahagiaan di keluarganya sendiri dan akhirnya mencari kebahagiaannya di luar. Ini sungguh sangat berbahaya. Kalau saja anak gue tidak kuat iman dia akan terbuai dengan kebahagiaan yg berasal dari syaiton. Kebahagiaan yg justru menggiring anak ke dalam jurang kehancuran.
Kekerasan fisik dan omongan omongan yang menyinggung itu hal utama yg ga boleh anak gue rasain. Memukul mungkin perlu tapi gue mau memukul anak sesuai dengan yang islam ajarkan. Gue tidak mau anak gue nantinya merasakan sakitnya sabetan sebuah kayu, rotan, gagang sapu, ikat pinggang, ujung dari sapu lidi mendarat di tubuhnya bahkan sampai berbekas. Gue tidak mau anak gue nantinya merasakan rambutnya ditarik oleh orang tuanya sendiri, sentilan, cubitan, jeweran, tamparan yang bertubi tubi. Gue ga mau anak gue nantinya ngerasain lelah nya di strap berdiri sambil mengangkat kursi kayu yang berat. Gue ga mau anak gue merasakan sakitnya di dorong keras sampai terjatuh hanya karena ingin ikut berkemah di sekolahnya. Gue juga ga mau anak gue nantinya merasakan hatinya terluka karena jerih payahnya di katain b*ji***n oleh orang tuanya atau di remehkan meskipun mereka belum memenuhi impian gue untuk menjadi yang terbaik. Gak, gue ga mau anak gue merasakan itu semua. Jangan. Sekeras mungkin gue harus menjaga anak2 gue nantinya dari hal2 seperti itu.
Selama ini pelampiasan gue hanya menumpahkan seluruh rasa yang gue pendam, seluruh emosi yang tertahan ke dalam sebuah karya dan diary, atau gue curhat dengan sahabat gue. Gue menuliskan apa yang ada di hati dalam bentuk puisi, diary, blog, gambar, dan status sosmed, serta doa kepada Allah. Kadang gue juga curhat ke sahabat2 gue. Sayangnya, tidak semua orang sama dalam menanggapi curhatan, tulisan, dan gambar gue. Ada orang yang menganggap gue drama queen dan berpikir curhatan gue hanya isapan jempol belaka. Curhatan gue itu cuma karangan gue untuk daoet perhatian. Sekarang sih gue bisa bilang, “ayo kalo ga percaya, rumah gue terbuka kok 24 jam buat lo biar lo tau gimana sifat orang tua gue. Lo harus sering2 main biar lo tau orang tua gue gimana”. Mereka adalah sosok yang tidak pandang waktu dan tempat untuk memarahi atau menghukum anaknya. Terserah mau bilang apa yang pasti ada kok orang orang yang akhirnya simpati ke gue. Dan rasa simpati itu lah kebahagiaan buat gue. Membuat gue merasa ada kok yg peduliin gue. Membuat gue merasa punya sandaran hati dikala sedih.
Gue kadang berpikir, iya gue memang berlebihan. Cara gue untuk mencari kebahagiaan ini salah. Tapi di sisi lain gue merasa bodo amat gitu, bagaimana lagi cara gue bahagia. Ya, ada satu cara sih yaitu dengan menikah. Dengan menikah orang tua gue udah ga ada hak dalam hidup gue. Hidup gue sepenuhnya ada di suami gue. Makanya, gue pengen punya suami yg tidak seperti orang tua gue yang terlalu mengekang tanpa memberikan alasan buat gue, kek misal gue waktu itu pengen jalan sama temen gue ke ragunan terus dilarang tapi ga ada alasan. Atau sudah mengijinkan gue lalu tiba tiba di hari H-3 atau bahkan di hari H mereka membatalkan ijin tersebut, contoh kek waktu gue mau ke bandung sama temen temen cewe gue. Gue ijin dari jauh hari dan diijinin, sampe gue beli koper pun mereka tau dan ga ada masalah. Tiba tiba di hari H-7 setelah semua sudah di rencanain….. gue dilarang ikut tanpa alasan. Otomatis temen2 gue kecewa dan batal pergi karena ga ada gue. Banyak sekali larangan2 yang seperti itu, kadang sekalinya kasih alasan ya ga masuk akal. Kek waktu gue mau ikut ekskul PMR, gue dilarang karena orang tua takut gue salah kasih obat. Ya begitulah. Waktu ada festival sepeda hias, gue pun dilarang ikut semasa sekolah. Akhirnya gue dulu beberapa kalj berbohong supaya bisa ikut, supaya bisa jalan sama temen gue yaa walaupun seringnya ketauan dan gue kena hukuman sih.
Gue kira cuma gue yang punya orang tua seperti itu. Tapi 4 hari lalu, gue menemukan seorang anak yang bernasib sama dengan gue. Seorang anak yang sangat gue benci karena tingkah lakunya yang gatel banget jadi cewe dan suka cari cari perhatian. Tapi untungnya ahjusi pernah kerap kali ingetin gue buat keep khusnudzon. Jadi gue mengeyampingkan suudzon gue dan mulai berpikir kelakuan anak itu pasti ada alasannya. Mungkin dia ga bahagia di rumahnya. Dan iya setelah gue komunikasi sama anak itu, bener aja dia ga bahagia di rumahnya. Orang tua dia sama kek orang tua gue. Tapi disini gue bersyukur ga cari kebahagiaan gue dengan cara kegatelan sama banyak cowo. Gue bisa memfilter cowo mana yang benar2 bisa masuk di hidup gue.
Selama ini kesalahan gue cuma 3 dalam menanggapi masalah ini.
- Gue pernah bilang “aku benci ibuku sendiri” kepada temen temen gue.
- Pernah berfikir dan merencanakan untuk kabur dari rumah
- Menggantungkan ketentraman hati ke pacar (sekarang mantan)
Itu kesalahan gue yang menurut gue bodoh. Sangat amat bodoh.
Semakin bertambahnya usia gue membuat gue semakin dewasa untuk berpikir. Gue mencari tau, menganalisa kenapa orang tua gue seperti ini ke gue. Akhirnya gue menemukan satu jawaban yang masuk akal.
Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya.
Setiap orang tua pasti memiliki mimpi seperti apa anaknya nanti ke depannya. Yang jelas mereka bermimpi anqknya menjadi manusia yang sukses, baik, bqhkan lebih baik dari dirinya. Ibarat anak adalah dadu, jika orang tua memiliki lebih dari satu dadu, mereka akan menimbang serta mengukur potensi dari setiap dadu. Tapi orang tua tetap hanya manusia biasa yang bisa salah dalam perhitungan. Hanya Allah yg Maha adil dan Bijaksana bukan?
Satu lagi, orang tua tetaplah anak bagi orang tua mereka. Mereka juga pernah jadi dadu. Seperti halnya gue yang memfilter cara didik orang tua gue untuk gue terapin ke anak gue nantinya. Begitupun orang tua gue ketika mendidik gue. Mereka pasti memfilter dari cara didik orang tua mereka. Jadi bisa saja nih apa yg gue rasain saat ini hanyalah secuil perasaan yang dirasain orang tua gue dulu. Sebagai seorang anak seharusnya gue bisa mengerti keadaan orang tua gue. Beribu materi yang gue berikan ga akan oernah cukup untuk membalas jasa mereka membesarkan gue, terutama kepada seoran IBU. Jadi sebagai anak jangan pernah berpikir apa yang membuat hati menjadi pqnas, tapi berpikirlah hikmah dari semua ini. Tidak semuanya merugikan kita kok aturan oranng tua karena dasarnya aturan itu tujuannya baik. Seperti gue yang selalu dipaksa buat jadi yang terbaik selama masa sekolah, harus rangking 1, harus kuliah 3.5 tahun walaupun itu sangat menjengkelkan prosesnya tapi ketika semua itu udah gue penuhi, gue juga merasakan keuntungannya.
Tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua sudah diatur Allah dan sudah menjadi bagian takdir kita. Begitu pun takdir gue memiliki orang tua yang keras seperti itu. Gue yakin oranng tua gue sangat teramat menyayangi gue, dan mereka punya cara sendiri untuk mengungkapkannya. Makanya meski pun begitu gue tidak akan pernah sampai hati kalau orang tua gue menderita apalagi karena gue. Gue sangat menyayangi mereka. Bisa aja kan gue laporin mereka ke KPAI. Tapi gue ga mau, gue mencintai orang tua gue. Bagaimanapun mereka, pelukan terhangat di dunia ini buat gue adalah pelukan dari ibu dan bapak.
I LOVE YOU IBU AND BAPAK...
0 komentar:
Posting Komentar