Kemarin gue akhirnya bertemu dengan salah satu teman jaman
sekolah dasar dulu. Enam tahun kita selalu berada di kelas yang sama. Dia
adalah teman yang bikin gue esmosi tiap hari dulunya. Gue sama dia ga pernah terlibat dalam suatu perbincangan
sama sekali, tidak pernah bertegur sapa juga meskipun saling mengenal. Adapun
gue dan dia saling bertengkar karena dia super duper bandel, hobinya mengganggu
sahabat ku. Setiap hari ada aja kelakuannya yang bikin gue naik darah melihat
sahabat gue menangis.
Satu rahasia yang gue simpan rapat-rapat adalah fakta bahwa
gue menyukainya. Tapi rasa sayang gue ke sahabat melebihi rasa suka gue ke dia
jadi gue lbih memilih membela sahabat gue. Perasaan gue ke dia cukup bertahan
lama. Sampai gue lulus sekolah dasar dan lanjut di sekolah menengah yang
berbeda dengan dia perasaan itu masih tertinggal.
Bisa dibilang dia anak yang cukup terkenal atau mungkin kota
Cilacap lah yang memang terlalu kecil. Tidak susah untuk gue mencari tau kabar
dia. Sayangnya dari sekian banyak kabar yang beredar, mayoritas adalah kabar
yang beraroma negatif. Gue tidak tau kebenaran kabar itu tetapi rasa iba,
prihatin, dan keinginan untuk mencoba menyelamatkan dia dari sisi gelap itu
selalu ada. Tetapi lagi gue tidak bisa berbuat apa pun. Bertegur sapa saja
tidak pernah masa mau tiba-tiba menjadi pahlawan kesiangan? Sepenuhnya gue
sadar porsi gue sebagai seorang secret admirer.
Gue masih ingat dengan jelas satu hari di tahun 2009. Hari
di mana saya akhirnya bisa melepaskan semua rasa yang terpendam kepada dia. Ini
bukan keputusan yang mentah. Sebelumnya dia lah yang tiba-tiba menambahkan akun
facebook gue menjadi barisan teman dia. Lalu dia menegur gue melalui pesan
facebook. Gue teramat senang saat itu. Gue akhirnya bercerita ke sahabat gue
tentang rahasia hati gue selama ini, dan mereka sangat mendorong gue untuk
mengungkapkan perasaan itu. Tentu saja buat gue itu adalah ide yang gila yang
ga akan gue lakukan. Tapi dorongan mereka sangat kuat sampai tembok pertahanan
gue pun rubuh. Hari itu gue mengungkapkan semuanya melalui pesan facebook.
Salah satu hal terbodoh yang pernah gue lakukan sepanjang hidup ini. Karena dia
saat itu sudah punya pacar! Ahahahahahaha. Alhasil balasan dari dia adalah: “yaudah,
itu Cuma masa lalu”
Pengalaman ini benar-benar membuat gue malu banget! Sampai gue
ngetawain diri gue sendiri ahahahaha. Tapi santai lah, toh udah ga pernah
ketemu lagi ahahaha dan gue sangat lega setelah mengungkap semuanya. Hari itu gue
pastikan sebagai hari terakhir gue bersama rasa itu. Sebelumnya gue berharap
eksistensi dia yang negatif itu hanyalah issue yang sengaja ditambah bumbu oleh
pembenci dia. Gue berharap kenakalannya akan berhenti pada batas kewajaran gue.
Dan pada hari itu juga segala tentang dia sirna sudah dari hidup gue.
Setelah bertahun tahun berlalu... ternyata kemarin Tuhan
kembali pertemukan gue dengan dia. Sama seperti sebelumnya, dia lah yang duluan
menyapa gue melalui facebook. Gue senang, tapi bukan senang karena ada rasa
yang berbeda. Gue memang senang berteman, gue senang kalo ada teman lama yang
kembali menyapa gue. It means dia masih mengingat gue dan ingatan itu ingatan
baik tentunya. Murni perasaan gue adalah teman. Karena perasaan yang berbeda
itu sudah lama mati dan tergantikan.
Dan ah, ternyata harapan gue dulu tidak terkabulkan. Tentu
saja setelah sekian lama ini banyak hal terjadi di kehidupan kami
masing-masing. Awalnya gue kaget sih dia benar-benar merasa nyaman di sisi
gelap itu. Satu pertanyaan yang memaku di pikiran gue adalah: “kenapa sih lu
lakuin hal-hal itu?”
Awalnya kaku sangat amat kaku. Ya bagaimana dulunya gue dan
dia ga pernah deket, ya seperti yang gue ceritain tadi. Tapi gue berusaha
cairin suasana. Gue cari topik pembicaraan. Ga terlalu sesuai ekspektasi sih,
ketika teman lama bertemu normalnya yang dibicarakan adalah masa lalu mereka
dan kemudian membicarakan masa sekarang. I mean lebih ke perjalanan hidup lah. Gue
mencoba memancing tapi dia tidak benar-benar menangkapnya jadi jawaban dia literally
singkat gitu. Dan dia ga ada bertanya balik ke gue. Jadi sempat beberapa waktu
terbuang hanya untuk saling berdiam diri. It was not quality time.
Sempat kesel juga sih, kalo dia ga bisa membuat sebuah topik
pembicaraan terus ngapain kan ngajakin ketemu gue, apakah hanya untuk sekedar
basa basi? Oh, sayangnya gue orangnya ga suka basa-basi. Jadi meskipun saat itu
gue nolak buat ketemu, pada akhirnya gue justru yang mengajak bertemu.
Tapi yasudah lah, yang penting niat baik gue untuk
bersilaturahim sudah tercapai.