Sekian hari sudah dilewati tapi mengapa aku masih sama? Aku tak berubah. Aku sudah meminta, merengek, hingga terganti pintaku itu dari A, B, lalu C tapi belum juga dikabulkan. Tuhan masih ingin mengujiku, sedang aku mendekati kegagalan. Aku bingung, hati ini tidak tau mau apa. Dari sakit menjadi hampa. Dari hampa menjadi suka. Dari suka menjadi harap. Lalu harapan musnah, hati ini masih saja terus mengenang. Malu rasanya ketika aku menyadari rasa hati ini. Malu jika aku mengingat dia tak seperti ini, seperti aku. Aku berusaha membenci agar aku mudah melupakaan, tapi aku tak temukan alasan untuk itu. Tidak ada kesalahan dari dia. Tidak satu pun. Satu2nya yg bisa ku salahkan adalah dia terlalu berjuang saat itu, terlalu sering menghubungiku hingga aku sedikit lupa dengan konsep yg sedang ku jalani. Hati ini terpeleset hingga sedikit tersentuh dengan sosok dan caranya. Tapi, bukankah aku juga ingin diperjuangkan?
Hari itu aku berlari, berusaha sangat kencang, menjauhi semuanya tentang dia. Aku ingin meninggalkan semuanya. Bahkan aku berhenti mengucapkan namanya. Menghapus seluruh ceritanya. Menjauhi pembahasan tentang dia. Dan semenjak hari itu, tak pernah lagi ku lihat dia dimanapun kecuali sesekali tanpa sengaja melalui story whatsapp yang langsung buru2 aku lewati. Aku juga tak berusaha mencari cerita dia lagi. Aku berusaha keras mengontrol diriku. Tapi mengapa masih saja ada rasa yg tersisa hingga hari ini? Aku masih saja harus berlari. Bahkan ketika orang tuaku menanyakan tentang dia, mengingat tentang dia, pintu kesedihan dalam hati ini terketuk dan aku harus segera berlari semakin jauh lagi.
Aku tidak ingin jatuh hati kepada orang yg tidak tepat. Aku tau hati ini memiliki kesetiaan yang tinggi. Aku tak ingin kelebihan hati ini menjadi boomerang yang penuh duri. Hati ini rindu tapi tak memiliki ruang. Hati ini rindu tapi tak memiliki yang dirindukan. Aku tak ingin kejadian serupa terjadi lagi, dimana aku sudah melayang tinggi oleh harapan lalu terjatuh pada akhirnya. Aku menutup pintu hatiku, menolak siapapun yang mengetuknya. Terkadang aku mengintip dari balik pintu, aku ingin membukanya tapi aku teringat janji kepada Tuhan. Aku menghitung hari, menunggu hari itu. Hari dimana aku bisa membuka pintu dan siap menerima kedatangan tamu. Aku menunggu hari itu. Satu hari di tahun 2021. Semoga bisa terwujud, entah siapa dia yang Tuhan pilihkan, insyaallah tepat untukku. Aku percaya meski kini tak beruang, rindu ini pasti ada ujungnya.
0 komentar:
Posting Komentar